Background Image

Tradisi Gebug Ende di Seraya

Gebug Ende

Dari banyaknya tradisi dan budaya di Bali, Gebug Ende di Seraya adalah salah satu yang menarik perhatian para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Tradisi ini merupakan ciri khas dari desa Seraya, Kabupaten Karangasem.

Ya, Bali Timur dan Kabupaten Karangasem memang terkenal dengan tradisi perangnya. Pada tradisi adat ini, mereka akan menunjukkan keberanian dan adu nyali dengan bertarung menggunakan rotan.

Keunikan Gebug Ende di Seraya

  1. Perang dengan rotan

Tradisi ini merupakan  tradisi yang dilaksanakan sebagai permohonan untuk meminta hujan. Warisan budaya ini sudah ada sejak jaman dahulu dan secara turun temurun diwariskan hingga generasi sekarang ini. Tradisi ini dilaksanakan saat musim kemarau karena tuujuan awalnya adalah untuk memohon hujan turun. Pelaksanaannya yaitu pada bulan Oktober hingga November (sasih Kapat kalender Hindu Bali).

  1. Lokasi desa Seraya dan penduduknya

Letak geografis desa Seraya di dataran tinggi yang bisa dibilang cukup tandus. Jika ingin mengunjungi desa ini, maka harus menempuh perjalanan 10 km dari pusat kota Amlapura. Perjalanan yang dimulai dari Denpasar akan memakan waktu 2,5 jam dengan mobil. Kita harus  menuju ke arah perbukitan, dimana  kita bisa menyaksikan hasil bumi dari desa ini yang terkenal, yakni jagung Seraya. Mata pencaharian penduduk sebagai petani inilah yang  membuat mereka membutuhkan kecukupan air untuk bisa menanam dan panen hasil bumi. Oleh karena itu, tradisi Gebug Ende di gelar tiap tahunnya. Penduduk desa konon memiliki kondisi fisik yang kuat-kuat sebagai warisan leluhur yang memang dikenal teguh dalam berperang dan tangguh, sehingga dulu menjadi garda depan prajurit di kerajaan Karangasem.

 

  1. Tempat pelaksanaan Gebug Ende di Seraya

Pelaksanaan Gebug Ende dilakukan di tempat umum yang sekaligus bertujuan untuk menarik minat para wisatawan. Bukan hanya itu, mereka juga ingin mengundang lawan desa lainnya yang bisa di ajak berduel dengan rotan. Tradisi ini hanya diikuti oleh kaum dewasa desa Seraya dan sekitarnya. Namun bagi anak-anak yang ingin turut serta untuk adu nyali, maka mereka diperbolehkan untuk ikut.

Tradisi ini adalah usah untuk meminta hujan, meksipun, hujan tidak serta merta langsung turun ke Bumi, namun masyarakat percaya bahwa semua bergantung pada Sang Pencipta. Sampai sekarang, tradisi unik ini belum punah dan masih dilestarikan.

 

  1. Pelaksanaan Gebug Ende di Seraya

Proses ini dilaksanakan dengan mengadu 2 orang peserta yang akan bertarung dengan rotan. Mereka saling berhadapan satu sama lain. Panjang rotan adalah 1,5 hingga 2 meter untuk memukul lawannya, mereka menyebutnya dengan nama “Gebug”. Mereka juga menggunakan sebuah perisai yang disebut “Ende” untuk menagkis serangan dari lawan.

Pada tempat penyelenggaraan diberi batas antara peserta dan penonton. Lama pertarungan adalah 10 menit. Uniknya, setelah pertarungan selesai wasit tidak mengumumkan siapa yang menang dan yang kalah, karena memang tujuannya bukan untuk mencari siapa yang paling kuat.

Peserta yang mau ikut pertarungan rotan ini wajib menggunakan pakaian adat  madya dengan  ikat kepala (udeng) berwarna merah yang menandakan jiwa berani yang mereka miliki.

Jika ingin menikmati wisata tradisi yang juga menawarkan ketegangan, maka Gebug Ende  bisa menjadi alternatif untuk wisata di Bali yang juga akan memperkaya khasanah budaya kita.

 

No Comments

Post a Comment